Dampak negatif rokok sudah tak terbilang. Bukan cuma mengancam kesehatan, lintingan tembakau dan nikotin ini juga telah membuat jatah gizi balita di keluarga miskin menjadi terabaikan.
Komnas Pengendalian Tembakau mencatat konsumsi rokok keluarga miskin menyumbang 32.400 kematian balita per tahun di Indonesia. Belanja rokok pada keluarga miskin di tahun 2006 setara dengan 15 kali biaya pendidikan dan 9 kali biaya kesehatan.
Yang lebih memprihatinkan keluarga miskin cenderung lebih suka mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok dibanding belanja kebutuhan protein atau untuk pendidikan.
"Rokok, kemiskinan, malnutrisi, kematian anak, lost generation merupakan lingkaran setan," pesan Komnas Pengendalian Tembakau, Minggu (19/7/2009).
Data Public Health Nutrition Journal 2007, pengeluaran mingguan keluarga miskin dengan ayah perokok sebesar 22% untuk rokok, dan 19% untuk belanja beras. Akibatnya bayi bisa mengalami kekurangan gizi bahkan kematian karena orang tua yang perokok lebih tinggi 1,3% dari pada orang tua yang tidak merokok.
Keluarga miskin seperti data Gizi.Net, biasanya mengkonsumsi rokok 10 batang/hari, jika dikatakan 1 batang Rp.500 maka dalam sebulan mereka telah menghabiskan Rp 150 ribu untuk rokok saja, belum kebutuhan pokok yang lainnya termasuk susu dan kesehatan. Sementara data WHO tahun 2008, Indonesia menempati urutan ketiga dengan prevalensi negara perokok tertinggi di dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pangan Dunia (FAO) memfokuskan empat hal yang dapat dianalisis untuk pembangunan pangan dan gizi yaitu kecukupan gizi, keamanan pangan, akses pada pangan yang berkelanjutan dan pola hidup sehat.
Dampak buruk rokok terhadap status gizi bisa menurunkan kadar vitamin (C, B, karoten, D, E) dan mineral dalam tubuh. Pada ibu hamil memiliki risiko dua kali lebih besar untuk melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah dan kemungkinan menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, intelektual, aborsi spontan, insiden plasenta bahkan bisa menyebabkan kematian pada bayi.
Kebiasaan merokok pada orang tua, bisa berdampak buruk pada gizi balita sehingga meningkatkan risiko gizi kurang dan gizi subur (overweight) yang nantinya berkontribusi pada peningkatan kematian bayi dan balita. Hal ini disebabkan dari zat-zat kimia yang terkandung didalam rokok.
Salah satu cara untuk meningkatkan gizi pada balita yaitu dengan menerapkan KADARZI ( Keluarga sadar gizi) yang ditandai dengan menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplemen gizi.
Selain itu sebaiknya menjadikan sekolah dan tempat-tempat umum lainnya sebagai kawasan bebas rokok, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya dan dampak buruk dari rokok.
Komnas Pengendalian Tembakau mencatat konsumsi rokok keluarga miskin menyumbang 32.400 kematian balita per tahun di Indonesia. Belanja rokok pada keluarga miskin di tahun 2006 setara dengan 15 kali biaya pendidikan dan 9 kali biaya kesehatan.
Yang lebih memprihatinkan keluarga miskin cenderung lebih suka mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok dibanding belanja kebutuhan protein atau untuk pendidikan.
"Rokok, kemiskinan, malnutrisi, kematian anak, lost generation merupakan lingkaran setan," pesan Komnas Pengendalian Tembakau, Minggu (19/7/2009).
Data Public Health Nutrition Journal 2007, pengeluaran mingguan keluarga miskin dengan ayah perokok sebesar 22% untuk rokok, dan 19% untuk belanja beras. Akibatnya bayi bisa mengalami kekurangan gizi bahkan kematian karena orang tua yang perokok lebih tinggi 1,3% dari pada orang tua yang tidak merokok.
Keluarga miskin seperti data Gizi.Net, biasanya mengkonsumsi rokok 10 batang/hari, jika dikatakan 1 batang Rp.500 maka dalam sebulan mereka telah menghabiskan Rp 150 ribu untuk rokok saja, belum kebutuhan pokok yang lainnya termasuk susu dan kesehatan. Sementara data WHO tahun 2008, Indonesia menempati urutan ketiga dengan prevalensi negara perokok tertinggi di dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pangan Dunia (FAO) memfokuskan empat hal yang dapat dianalisis untuk pembangunan pangan dan gizi yaitu kecukupan gizi, keamanan pangan, akses pada pangan yang berkelanjutan dan pola hidup sehat.
Dampak buruk rokok terhadap status gizi bisa menurunkan kadar vitamin (C, B, karoten, D, E) dan mineral dalam tubuh. Pada ibu hamil memiliki risiko dua kali lebih besar untuk melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah dan kemungkinan menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, intelektual, aborsi spontan, insiden plasenta bahkan bisa menyebabkan kematian pada bayi.
Kebiasaan merokok pada orang tua, bisa berdampak buruk pada gizi balita sehingga meningkatkan risiko gizi kurang dan gizi subur (overweight) yang nantinya berkontribusi pada peningkatan kematian bayi dan balita. Hal ini disebabkan dari zat-zat kimia yang terkandung didalam rokok.
Salah satu cara untuk meningkatkan gizi pada balita yaitu dengan menerapkan KADARZI ( Keluarga sadar gizi) yang ditandai dengan menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplemen gizi.
Selain itu sebaiknya menjadikan sekolah dan tempat-tempat umum lainnya sebagai kawasan bebas rokok, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya dan dampak buruk dari rokok.