Pemberian susu hipoalergenik merupakan langkah utama yang diambil para orangtua untuk anak yang alergi susu sapi. Namun kenyataannya tidak ada perbedaan signifikan pada bayi yang mengonsumsi susu formula (sufor) dengan susu hipoalergenik.
Studi yang dilakukan oleh dr.Carol Lynn Berseth dan koleganya dari Mead Johnson Nutritions itu dibuat untuk membandingkan kekebalan balita terhadap susu sapi formula dengan susu sapi yang sudah dihidrolisasi.
Pada susu yang dihidrolisis sempurna, seluruh protein susu sapi sudah dipecah-pecah dengan sempurna sehingga risiko untuk memicu alergi lebih kecil dibanding sufor biasa. Susu hidrolisis biasanya direkomendasikan untuk bayi yang tidak mendapat ASI dan punya risiko tinggi mengalami alergi karena faktor riwayat alergi dari orangtuanya.
Studi terbaru ini melibatkan 335 bayi sehat yang orangtuanya tak memiliki riwayat alergi susu. Orangtua mereka diminta untuk memberikan susu hipoalergenik atau sufor biasa selama 60 hari. Berseth dan timnya menemukan bahwa diagnosa dokter terhadap intoleransi formula, seperti diare, kembung, sembelit, dan muntah, pada dua kelompok responden tersebut hampir sama.
Menurut tim peneliti, banyak orangtua yang meyakini anaknya menderita alergi susu sapi padahal kenyataannya tidak demikian. Anak yang memiliki ciri rewel, muntah, sering menangis, kerap dianggap sebagai ciri intoleransi susu sapi, padahal anaknya normal dan tidak alergi.
Dalam sebuah studi diketahui 47 persen orangtua beralih ke susu hipoalergenik hanya berdasarkan keyakinan mereka sendiri tanpa berkonsultasi ke dokter. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Berseth, disimpulkan bayi dan balita sehat memiliki toleransi yang sama terhadap sufor biasa atau susu formula hipoalergenik.
Blog ini berisi tips dan informasi yang berguna untuk kehidupan manusia