Your Ad Here

Cari by Google

1.12.09

Penyembuhan Kanker Hati

Faktor utama penyebab tingginya prevalensi kanker hati disebabkan ketiadaan gejala yang khas pada tahap awal perkembangan kanker hati yang berakibat pada kebanyakan pasien terdiagnosa pada stadium lanjut. Berlatar dari hal itu, riset pun dilakukan dengan berfokus pada peningkatan harapan hidup, menjaga serta meningkatkan kualitas hidup penderita.

Riset kemudian menemukan terapi sistemik Sorafenib, terapi yang menggunakan obat sebagai usaha untuk menekan pertumbuhan tumor dengan cara menghambat dua jenis enzim kinase (enzim) yang dibutuhkan untuk perkembangan sel kanker dan suplai darah.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) hingga saat ini, kanker hati menduduki peringkat ke-3 di dunia penyebab kematian terkait kanker. Tercatat 625 ribu kasus diagnosa setiap tahunnya, dimana angka kematian mencapai 396 ribu. Umumnya, penderita kanker hati adalah pria dengan rentang usia 40 hingga 50 tahun.

Ahli kanker rumah Sakit Dharmais, Agus S Waspodo dalam sosialiasi Kanker Hati dengan ide dari Bayer Health Care di Jakarta, Jumat (19/11) mengatakan, Sorafenib merupakan jenis obat yang mampu memberikan signal ke inti sel. Ini artinya, protein yang membuat kanker tumbuh dan berkembang tidak bisa diproduksi.
"Tidak semua kanker bisa diobati hanya dengan teknik reseksi (amputasi) atau ablasi (bakar), karena umumnya sel kanker sudah lebih dulu menyebar," tukasnya.

"Pertanyaannya, siapa yang rela hatinya dipotong. Itu adalah kendala juga. Selain itu, seperti halnya transplantasi lain, kemungkinan transplantasi hati demikian sulit prosesnya," tambah dia.

Dari Uji coba klinis yang melibatkan 602 pasien kanker hati, pasien yang menjalani program dengan mengkonsumsi obat ini mampu bertahan hidup rata-rata 10.7 bulan, sementara pada kelompok lain yang menerima plasebo rata-rata mampu bertahan hidup hingga 7.9 bulan.
Sejauh ini, berdasarkan uji klinis SHARP (Sorafenib HCC Assesment Randomized Procotol), sorafenib dapat membawa manfaat bagi penderita kanker, khususnya kanker hati dengan berbagai level stadium. "Meski uji klinis hanya berhasil menambah angka harapan hidup menjadi 3 bulan, tapi punya arti yang besar karena mempertahankan survival seseorang," tegasnya.

Saat ditanya apakah obat ini memiliki efek samping layaknya terapi lain, Agus menjelaskan, masyarakat tak perlu khawatir dengan efek samping yang ditimbulkan. Menurutnya, efek samping yang diakibatkan oleh Sorafenib masih bisa dikelola. Segala sesuatu pastinya ada efek samping. Tinggal lihat saja, seberapa level efek samping, apakah bisa dikelola atau tidak," tuturnya,

"Sayangnya, masyarakat cenderung melihat efek samping bukan manfaatnya. Seperti misal, ketika menjalani kemauterapi, masyarakat cenderung mengkhawatirkan rambutnya ketimbang manfaatnya," kata dia.