JAKARTA--Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, PT Lembaga Elektronika Nasional (LEN) sebenarnya sudah memproduksi panel surya penghasil listrik namun komponen intinya masih harus diimpor. Ketika ditanya apakah pemerintah akan menyuntikkan dana ke LEN sehingga dapat memproduksi sendiri dengan jumlah yang lebih besar, Hatta mengatakan, dirinya akan bertemu dengan Menneg BUMN untuk membahas masalah itu. "Memang kita tidak memprioritaskan penggunaan APBN karena secara bisnis pengembangan perangkat tenaga surya sangat memungkinkan di Indonesia," katanya.
Mengenai berapa besar investasi yang diperlukan untuk memproduksi panel surya sendiri, Hatta mengatakan, untuk yang biasa membutuhkan investasi sekitar Rp 30-50 miliar. "Kalau teknologi yang terakhir yaitu kaca film, saya belum tahu berapa, nanti akan dipaparkan, tentu lebih mahal," katanya.
Ia menyebutkan, ada dua pilihan sel surya yang bisa dikembangkan yaitu yang biasa (menggunakan bahan silikon) dan yang lebih tipis. "Untuk masalah ini kita akan minta pandangan dari Menristek (Menteri Riset dan Teknologi) untuk memilih mana yang terbaik," katanya.
Hatta mengatakan penggunaan sel surya untuk mengubah energi matahari menjadi listrik lebih murah dalam pemeliharaan dan lebih gampang penggunaannya. "Itu (sel surya) dapat digunakan di mana saja, tapi terutama untuk daerah yang belum tereletrifikasi, seperti pulau terluar, pulau kecil, daerah pesisir, atau katakanlah yang belum tersambung listrik," katanya.
Ia menyebutkan, penggunaan panel surya sudah makin populer termasuk untuk di jalan-jalan dan rumah. "Itu buatan LEN, tapi elemen utamanya masih impor. Ini yang akan kita buat di Indonesia, karena 'market' (pasar) kita cukup luas," katanya.
Ia menyebutkan, LEN di Bandung sendiri sudah menggunakan energi surya untuk menjadi listrik yang berkapasitas sekitar 8.000 watt. "Kita harapkan nanti pabrik bisa memproduksi ekuivalen sekitar 50 MW per tahun," kata Hatta.