SUNGAI Ciberang sangat cocok untuk olah raga arung jeram, sebab cukup menantang dan kesulitan yang beragam dengan kategori kelas 2-3 menurut standar Federasi Arung jeram Indonesia (FAJI) yang mengacu pada standar asosiasi arung jeram internasional, America Whitewater Assocation (AWA).
SUNGAI Ciberang yang terletak di Provinsi Banten ini para pencinta olahraga arung jeram bisa memacu adrenalin melewati gelombang sungai di antara bebatuan yang terjal. Kalau ditanyakan kepada, pasti mengetahui bagaimana serunya berolahraga arung jeram. Di sekitar Jakarta sudah cukup banyak tempat olahraga yang banyak membutuhkan kerja sama tim ini.
Di lokasi utama arung jeram telah dipersiapkan fasilitas rest area seluas 10.000 meter persegi, juga dibangun sarana peribadatan (masjid) dan beberapa sarana pendukung bagi wisata lainnya, seperti dok start (tempat sandar perahu), beberapa gazebo untuk beristirahat, bilik air dan bilik ganti pakaian.
Salah satunya Sungai Ciberang yang terletak di Kampung Muara, Desa Banjar Sari, Kecamatan Lebak gedong, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Untuk menuju Sungai Ciberang, perjalanan bisa ditempuh melalui dua cara, yakni dari Jakarta- Serang, Banten dan Jakarta- Jasinga, Bogor. Dari arah Jakarta via Balaraja (Kabupaten Tangerang), dengan kecepatan jarak tempuh 100 kilometer, memakan waktu sekitar 3 jam.
Sebenarnya untuk menuju ke lokasi arung jeram tidak terlalu sulit. Kalau tidak tahu, tinggal bertanya ke warga di sepanjang jalan arah ke Cipanas. Sampai di pertigaan Cipanas, untuk menuju lokasi arung jeram, masih sekitar lima kilometer dengan melintasi jalur perbukitan yang terjal dan curam.
Bahkan, sebagian jalannya juga sudah berlubang. Alur sungai yang dipergunakan untuk arung jeram sepanjang 8-12 kilometer dengan waktu tempuh berkisar dua jam.
Kebetulan, kami tiba di lokasi sekitar pukul 15.00. Setelah beristirahat dan menyantap makanan khas masyarakat setempat, kami diajak menuju tempat awal per jalanan.
Kemudian diberikan berbagai arahan mengenai cara mendayung dan sikap ketika menyelamatkan diri ketika terjatuh dari perahu karet atau ketika perahu karet terbalik. Salah seorang instruktur yang menemani kami, Faiqi Ahmad, menjelaskan, aliran Sungai Ciberang ini cocok sebagai tempat untuk berarung jeram.
Sebab, jeramnya cukup menantang dan kesulitan yang beragam dengan kategori kelas 2-3 menurut standar Federasi Arung jeram Indonesia (FAJI) yang mengacu pada standar asosiasi arung jeram internasional, America Whitewater Assocation (AWA). ”Cocok bagi pemula, seperti kalian,” ucaonya, sebelum memulai berarung jeram.
Sungai Ciberang berhulu di Gunung Halimun dan memiliki pasokan air yang baik. Di kawasan itu terdapat Taman Nasional Gunung Halimun yang masih memiliki areal hutan lindung.Air terbilang normal untuk diarungi kalau mencapai angka debit ketinggian air 60 cm.
Sementara, pada saat kami datang ke sana, debit ketinggian air mencapai 40 cm. Saat berarung jeram pun tiba. Dengan semangat, kami mendayung dengan semangat sambil menyanyikan beberapa lagu yang biasa kami lihat dan dengar di sebuah iklan.
Saat melalui jeram pertama, perasaan takut perahu karet terbalik menghinggapi perasaan kami. Tapi, untungnya instruktur mengingatkan kami untuk tetap tenang dan menjalankan semua aba-abanya.
Begitu berhasil melewati jeram pertama, kami lebih percaya diri. Bahkan, berharap agar instruktur mengarahkan perahu karet yang kami tumpangi melalui jeram-jeram yang lebih “berbahaya”.
Apalagi setiap melewati jeram, kami langsung berteriak dan konsentrasi mendengarkan instruktur. Beberapa kali teman dalam satu perahu karet hampir jatuh ke air sungai.Untungnya ada rekan di belakang dan di samping membantunya. Hal ini membenarkan perkataan instruktur saat sebelum berarung jeram bahwa olahraga ini sangat mengutamakan kerja sama tim.
Saat melalui arus sungai yang tenang,kami bisa menyaksikan pemandangan indah di sepanjang kiri kanan sungai. Pepohonan yang besar dan rindang, serta mendengarkan suara burung-burung yang saling bersahut-sahutan.
Bahkan, kadang-kadang binatang capung terbang di belakang perahu karet kami. Seolah-olah meminta kami untuk tetap semangat dan tetap berkonsentrasi saat melawati berbagai jeram yang akan kami lewati. Paling seru setelah melewati dam satu setinggi satu meter. Setelah itu kami melewati serangkaian jeram.
Namun, debit air yang kurang tinggi membuat kami sering teriak nanggung. Sebab, perahu karet kerap terjepit oleh bebatuan besar yang ada di sungai. Namun, itu bukan halangan bagi kami untuk tetap menikmati melalui Sungai Ciberang dan berteriak sejadi- jadinya karena masih banyak jeram yang harus dilalui.
Menyusuri Sungai Ciberang berakhir di ujung bendungan yang sudah tidak terpakai lagi. Kami tiba di tempat itu sekitar pukul 17.30. Setelah beristirahat sejenak, kemudian kami menikmati makan, mandi, dan beristirahat.
Sekitar pukul 19.30 kami memutuskan kembali ke Jakarta melalui jalur Jasinga,Bogor. Tentu saja selama perjalanan kami terus bercerita mengenai pengalaman baru tersebut.